Senin, 22 Oktober 2012

Celakalah Orang Yang Sholat

Alkisah, ada seorang abid dari bani Israil. Dia banyak menghabiskan waktunya dengan beribadah kepada Tuhan di mihrabnya. Suatu hari dia melakukan safar, dan di tengah perjalanannya dia beristirahat sejenak. Ketika waktu shalat tiba, diapun beranjak untuk melaksanakan shalat. Sewaktu hendak memulai shalat, sang abid ini melihat dua orang anak laki-laki remaja sedang mempermainkan seekor ayam. Mereka mencabuti bulu ayam itu satu per satu. Kalau ayam itu bisa berbicara, lolongannya adalah teriakan minta tolong, tapi yang terdengar adalah suara kokokan yang tidak jelas maknanya.
Sang abid ini hanya tertegun sesaat, lalu kemudian melanjutkan niatnya. Menghadap ke kiblat dan dengan khusyuknya melaksanakan shalat, bermi'raj kepada Tuhannya.
Kedua anak tadi, setelah puas, meninggalkan ayam -yang tak bisa lagi mempertahankan hidupnya- begitu saja.
Belum juga sang abid menyelesaikan 'mi'raj'nya, tiba-tiba petir menggelegar dengan keras, angtin bertiup kencang, alam yang sebelumnya tampak cerah berubah drastis menjadi mendung dan kelabu. Terdengar suara yang bergemuruh dari langit, "Hai tanah tenggelamkan hamba yang durhaka ini, dia telah melakukan kedurhakaan yang sangat, celakalah dia...."
Tanah patuh dengan titah, bergetar keras dan tanpa ada waktu sedikit pun untuk sekedar menyadari apa yang terjadi, sang abid terhempas ke dalam tanah.
Kisah ini saya baca dalam buku kisah-kisah tentang shalat, saya terjemahkan secara lepas dari bahasa persia. Kisah ini menceritakan tentang seorang ahli ibadah yang ditenggelamkan Tuhan ke dalam tanah karena lebih asyik dengan ibadahnya sendiri, dan tidak memberikan pertolongan kepada ayam yang sebenarnya ia mampu melakukannya. Ayam yang dicabuti bulunya satu demi satu akhirnya mati tak tertolong. Tuhan menyebut abid ini sebagai orang yang durhaka, dan dilaknat sebagai orang yang celaka. Kitapun membaca dalam surah al-Maun tentang orang yang shalat tapi dalam pandangan Ilahi ia termasuk hamba-hamba yang celaka. Yakni orang yang dengan shalatnya tidak memberikan pengaruh kepada jiwanya untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain dengan sesuatu yang berguna. Begitupun abid pada kisah ini. Dalam konteks kekinian, dengan banyaknya orang yang dicabut hak-haknya, kebebasan dan kebahagiannya dirampas begitu saja oleh yang lebih berkuasa, apakah shalat-shalat yang kita lakukan memberikan pengaruh kepada jiwa kita untuk bisa memberikan pertolongan kepada mereka ? mereka bukan ayam yang dicabuti bulunya, mereka saudara-saudara kita, dari bangsa kita : manusia. Kalau kemurkaan Tuhan kepada abid yang tidak memberikan pertolongan kepada ayam yang dizalimi dengan menenggelamkannya ke dalam tanah, lalu kemurkaan yang bagaimana terhadap mereka yang berdiam diri saja melihat saudara-saudara mereka di zalimi ?
Teman saya dari Irak, pernah memperdengarkan sebuah hadits, katanya, di akhirat nanti semua orang merasa bersyukur kecuali satu golongan. Orang-orang mukmin bersyukur menjadi orang mukmin dan bukan hanya muslim. Orang-orang muslim bersyukur waktu di dunia tidak termasuk orang-orang kafir. Orang-orang kafir bersyukur tidak termasuk orang-orang munafik. Dan kaum munafikin bersyukur tidak termasuk golongan orang yang melalaikan shalat. Dan satu-satunya golongan yang meratap penuh penyesalan adalah mereka yang lalai dalam shalatnya. Hadits ini, sampai saat ini belum saya cek kesahihannya, namun kita bisa mengambil hikmah dari kutipan yang katanya hadits ini, bahwa Tuhan murka kepada mereka yang shalat namun lalai dengan keadaaan sekitarnya. Dan bukankah di sekitar kita, dengan mudah kita menemukan orang yang sulit menemukan makanan, karena hak-hak mereka dirampas dan dicabut ?