Naluri orang-orang Arab dan kewaspadaan Muhammad
SETELAH
Medinah dikosongkan dari Banu Nadzir, kemudian setelah peristiwa Badr
Terakhir dan sesudah ekspedisi-ekspedisi Ghatafan dan Dumat'l-Jandal
berlalu, tiba waktunya kaum Muslimin sekarang merasakan hidup yang
lebih tenang di Medinah. Mereka sudah dapat mengatur hidup, sudah tidak
begitu banyak mengalami kesulitan berkat adanya rampasan perang yang
mereka peroleh dari peperangan selama itu, meskipun dalam banyak hal
kejadian ini telah membuat mereka lupa terhadap masalah-masalah
pertanian dan perdagangan. Tetapi disamping ketenangan itu Muhammad
selalu waspada terhadap segala tipu-muslihat dan gerak-gerik musuh.
Mata-mata selalu disebarkan ke seluruh pelosok jazirah, mengumpulkan
berita-berita sekitar kegiatan masyarakat Arab yang hendak berkomplot
terhadap dirinya. Dengan demikian ia selalu dalam siap-siaga, sehingga
kaum Muslimin dapat selalu mempertahankan diri.
Tidak begitu sulit orang menilai betapa
perlunya harus bersikap waspada dan berhati-hati selalu setelah kita
melihat adanya segala macam tipu-muslihat Quraisy dan yang bukan
Quraisy terhadap kaum Muslimin, juga karena negeri-negeri masa itu -
juga sesudah itu sebagian besar dalam perkembangan sejarahnya
masing-masing mereka itu merupakan sekumpulan republik-republik kecil,
yang satu sama lain berdiri sendiri-sendiri. Mereka masing-masing
menggunakan sistem organisasi yang lebih dekat pada cara-cara kabilah.
Hal ini memaksa mereka harus berlindung pada adat-lembaga dan tradisi
yang ada, yang tidak mudah dapat kita bayangkan seperti halnya pada
bangsa-bangsa yang sudah teratur. Dalam hal ini Muhammad pun sebagai
orang Arab sangat waspada sekali mengingat nafsu hendak membalas dendam
yang ada dalam naluri orang-orang Arab itu besar sekali. Baik Quraisy
maupun Yahudi Banu Qainuqa' dan Yahudi Banu Nadzir, demikian juga
kabilah-kabilah Arab Ghatafan, Hudhail dan kabilah-kabilah yang
berbatasan dengan Syam, mereka saling menunggu, bahwa Muhammad dan
sahabat-sahabatnya itu akan binasa. Kalaupun mereka akan mendapat
kesempatan, masing-masing berharap akan dapat mengadakan balas dendam
terhadap laki-laki yang sekarang datang mencerai-beraikan masyarakat
Arab dengan kepercayaan mereka itu. Laki-laki yang pergi keluar Mekah,
mengungsi dalam keadaan tidak berdaya, tidak punya kekuatan, selain
iman yang telah memenuhi jiwanya yang besar itu, dalam waktu lima tahun
sekarang orang ini sudah kuat, sudah mempunyai kemampuan, sehingga
kota-kota dan kabilah-kabilah Arab yang terkuat sekalipun, merasa segan
kepadanya.
Permusuhan Yahudi yang sengit
Orang-orang
Yahudi ialah musuh Muhammad yang paling tajam memperhatikan
ajaran-ajaran dan cara berdakwahnya. Dengan kemenangannya itu merekalah
yang paling banyak memperhitungkan nasib yang telah menimpa diri
mereka. Mereka di negeri-negeri Arab sebagai penganjur-penganjur ajaran
tauhid (monotheisma). Mengenai penguasaan bidang ini mereka bersaingan
sekali dengan pihak Kristen. Mereka selalu berharap akan dapat
mengalahkan lawannya ini. Dan barangkali mereka benar juga mengingat
bahwa orang-orang Yahudi ialah bangsa Semit yang pada dasarnya lebih
condong pada pengertian monotheisma. Sementara ajaran trinitas Kristen
suatu hal yang tidak mudah dapat dicernakan oleh jiwa Semit. Dan
sekarang Muhammad, orang yang berasal dari pusat Arab dan dari pusat
orang-orang Semit sendiri, menganjurkan ajaran tauhid dengan cara yang
sungguh kuat dan mempesonakan sekali, dapat menjelajahi dan merasuk
sampai ke lubuk hati orang, dan mengangkat martabat manusia ke tingkat
yang lebih tinggi. Sekarang ia sudah begitu kuat, dapat mengeluarkan
Banu Qainuqa' dari Medinah, mengusir Banu Nadzir dari daerah koloni
mereka. Dapatkah mereka membiarkannya terus begitu, dan mereka sendiri
pergi ke Syam atau pulang ke tanah air mereka yang pertama, ke
Bait'l-Maqdis (Yerusalem) di Negeri yang Dijanjikan - Ardz'l-Mi'ad -
(Palestina), ataukah mereka harus berusaha menghasut orang-orang Arab
itu supaya dapat membalas dendam kepada Muhammad?
Utusan Yahudi kepada Quraisy
Rencana
hendak menghasut orang-orang Arab adalah yang paling terutama
menguasai pikiran pemuka-pemuka Banu Nadzir. Untuk melaksanakan rencana
itu, beberapa orang dari kalangan mereka pergi hendak menemui Quraisy
di Mekah. Mereka terdiri dari Huyayy b. Akhtab. Sallam b. Abi'l-Huqaiq
dan Kinana bin'l-Huqaiq, bersama-sama dengan beberapa orang dari Banu
Wa'il Hawadha b. Qais dan Abu 'Ammar. Ketika oleh pihak Mekah, Huyayy
ditanya mengenai golongannya itu ia menjawab: "Mereka saya biarkan
mundar-mandir ke Khaibar dan ke Medinah sampai tuan-tuan nanti datang
ke tempat mereka dan berangkat bersama-sama menghadapi Muhammad dan
sahabatsahabatnya."
Ketika oleh mereka ditanya tentang Quraiza, ia menjawab:
"Mereka tinggal di Medinah sekedar mau
mengelabui Muhammad. Kalau tuan-tuan sudah datang mereka akan
bersama-sama dengan tuan-tuan."
Pihak Quraisy jadi ragu-ragu akan maju,
atau mundur saja. Mereka dengan Muhammad tidak berselisih apa-apa,
selain ajarannya tentang Tuhan. Bukan tidak mungkinkah bahwa dia juga
yang benar, sebab makin hari ajarannya itu ternyata makin kuat dan
tinggi juga?
Yahudi lebih mengutamakan paganisma daripada Islam
"Tuan-tuan dari golongan Yahudi," kata
pihak-Quraisy. "Tuan-tuan adalah ahli kitab yang mula-mula dan sudah
mengetahui pula apa yang menjadi pertentangan antara kami dengan
Muhammad. Soalnya sekarang: manakah yang lebih baik, agama kami atau
agamanya."
Pihak Yahudi menjawab:
"Tentu agama tuan-tuan yang lebih baik, sebab tuan-tuan lebih benar dari dia."
Dalam hal ini firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan;
"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang
yang telah diberi sebahagian kitab? Mereka percaya kepada sihir dan
berhala dan mereka berkata kepada orang-orang kafir: 'Jalan mereka
lebih benar dari orang yang beriman.' Mereka itulah yang dikutuk oleh
Tuhan. Dan barangsiapa yang dikutuk Tuhan, maka baginya takkan ada
penolong." (Qur'an, 4: 51-52)
Pendapat seorang Yahudi
Dalam
posisi orang-orang Yahudi menghadapi Quraisy ini dengan sikap lebih
mengutamakan paganisma mereka daripada tauhid Muhammad, maka dalam
Tarikh'l-Yahudi fi Bilad'l-'Arab, Dr. Israel Wilfinson menyebutkan:
"Seharusnya mereka itu tidak boleh sampai terjerumus ke dalam kesalahan
yang begitu kotor, dan jangan pula berkata dengan terus-terang di
depan pemuka-pemuka Quraisy, bahwa cara menyembah berhala itu lebih
baik daripada tauhid seperti yang diajarkan Islam, meskipun hal itu
akan mengakibatkan permintaan mereka tidak akan dipenuhi. Oleh karena
orang-orang Israil sejak berabad-abad lamanya atas nama nenek-moyang
dahulu kala sebagai pengemban panji tauhid (monotheisma) diantara
bangsa-bangsa di dunia, dan telah pula mengalami pelbagai macam
penderitaan, pembunuhan dan penindasan hanya karena iman mereka kepada
Tuhan Yang Tunggal itu, yang mereka alami dalam berbagai zaman selama
dalam perkembangan sejarah, maka sudah seharusnya mereka itu bersedia
mengorbankan hidup mereka, mengorbankan segala yang mereka cintai dalam
menghadapi dan menaklukan kaum musyrik itu. Apalagi dengan minta
perlindungan kepada pihak penyembah berhala, itu berarti mereka telah
memerangi diri sendiri serta menentang ajaran-ajaran Taurat yang
meminta mereka menjauhi penyembah-penyembah berhala dan dalam
menghadapi mereka supaya bersikap seperti menghadapi musuh.
Yahudi menghasut orang Arab
Huyayy
b. Akhtab dan orang-orang Yahudi yang sepaham dengan dia, yang telah
mengatakan kepada Quraisy bahwa paganisma mereka lebih baik daripada
tauhid Muhammad dengan maksud supaya mereka sudi memeranginya, dan yang
akan mereka laksanakan setelah sekian bulan disiapkan, tampaknya tidak
cukup sampai di situ saja. Malah orang-orang Yahudi itu pergi lagi
menemui kabilah Ghatafan2 yang terdiri dari Qais 'Ailan, Banu Fazara,
Asyja' Sulaim, Banu Sa'd dan Asad, serta semua pihak yang ingin
menuntut balas kepada Muslimin. Mereka ini aktif sekali mengerahkan
orang supaya menuntut balas dengan menyebutkan bahwa Quraisy juga ikut
serta memerangi Muhammad. Paganisma Quraisy mereka puji dan mereka
menjanjikan, bahwa mereka pasti akan mendapat kemenangan.
Kelompok-kelompok3 yang sudah
diorganisasikan oleh pihak Yahudi itu kini berangkat hendak memerangi
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Dari pihak Quraisy yang dipimpin oleh
Abu Sufyan sudah disiapkan 4000 orang prajurit, tiga ratus ekor kuda
dan 1500 orang dengan unta. Pimpinan brigade yang disusun di
Dar'n-Nadwa diserahkan kepada 'Uthman b. Talha. Ayah orang ini telah
mati terbunuh dalam memimpin pasukan di Uhud. Banu Fazara yang dipimpin
oleh 'Uyaina b. Hishn b. Hudhaifa telah siap dengan sejumlah pasukan
besar dan 100 unta. Sedang Asyja' dan Murra masing-masing membawa 400
prajurit. Pihak Murra dipimpin oleh Al-Harith b. 'Auf dan dari pihak
Asyja' oleh Misiar ibn Rukhaila. Menyusul pula Sulaim, biang-keladi
peristiwa Bi'r Ma'una, dengan 700 orang. Mereka itu semua berkumpul,
yang kemudian datang pula Banu Sa'd dan Asad menggabungkan diri. Jumlah
mereka kurang lebih semuanya menjadi 10.000 orang. Semua mereka itu
berangkat menuju Medinah dibawah pimpinan Abu Sufyan.
Setelah mereka sampai, selama dalam perang,
pemuka-pemuka kabilah itu saling bergantian pimpinan, masing-masing
sehari mendapat giliran.
Muslimin gentar
Berita
keberangkatan mereka ini sampai juga kepada Muhammad dan kaum Muslimin
di Medinah. Mereka merasa gentar. Ya, sekarang seluruh kabilah Arab
sudah bersatu sepakat hendak menumpas dan memusnahkan mereka, sudah
datang dengan perlengkapan dan jumlah manusia yang besar, suatu hal
yang dalam sejarah peperangan Arab secara keseluruhannya belum pernah
terjadi. Apabila dalam perang Uhud Quraisy telah mendapat kemenangan
atas mereka, ketika mereka keluar menyongsong keluar Medinah, padahal
baik jumlah perlengkapan maupun jumlah manusia jauh di bawah pasukan
sekutu ini, apa lagi yang dapat dilakukan kaum Muslimin sekarang dalam
menghadapi jumlah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu rnanusia itu -
barisan berkuda, unta, persenjataan serta perlengkapan lainnya?! Tidak
ada jalan lain, hanya bertahan di Yathrib yang masih perawan ini,
seperti dikatakan oleh Abdullah b. Ubayy.
Menggali parit sekitar Medinah
Tetapi
cukup hanya bertahan sajakah menghadapi kekuatan raksasa itu? Salman
al-Farisi adalah orang yang banyak mengetahui seluk-beluk peperangan,
yang belum dikenal di daerah-daerah Arab. Ia menyarankan supaya di
sekitar Medinah itu digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam.
Saran ini segera dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ketika menggali parit
itu Nabi a.s. juga dengan tangannya sendiri ikut bekerja. Ia turut
mengangkat tanah dan sambil terus memberi semangat, dengan menganjurkan
kepada mereka supaya terus melipat gandakan kegiatan. Pihak Muslimin
sudah membawa alat-alat yang diperlukan, terdiri dari sekop, cangkul
dan keranjang pengangkut tanah dari tempat orang-orang Yahudi Quraiza
yang masih berada di bawah pihak Islam. Dengan bekerja giat
terus-menerus penggalian parit itu selesai dalam waktu enam hari. Dalam
pada itu dinding-dinding rumah yang menghadap ke arah datangnya musuh,
yang jaraknya dengan parit itu kira-kira dua farsakh, diperkuat pula.
Rumah-rumah yang ada di belakang parit itu dikosongkan. Wanita dan
anak-anak ditempatkan dalam rumah-rumah yang sudah diperkuat, dan di
samping parit dari arah Medinah ditaruh pula batu supaya di waktu perlu
dapat dilemparkan sebagai senjata.
Quraisy terkejut melihat parit
Tatkala
pihak Quraisy dan kelompok-kelompoknya itu datang dengan harapan akan
menemui Muhammad di Uhud, ternyata tempat itu kosong. Mereka meneruskan
perjalanan ke Medinah; tapi mereka dikejutkan oleh adanya parit. Di
luar dugaan semula, mereka heran sekali melihat jenis pertahanan yang
masih asing bagi mereka itu. Dibawa oleh perasaan jengkel, mereka pun
menganggap bahwa berlindung di balik parit semacam itu adalah suatu
perbuatan pengecut yang belum pernah terjadi di kalangan masyarakat
Arab. Pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya lalu bermarkas di
Mujtama'l'-As-yal di daerah Ruma, dan pasukan Ghatafan serta
pengikut-pengikutnya dari Najd, bermarkas di Dhanab Naqama. Sedang
Muhammad sekarang berangkat dengan tiga ribu orang Muslimin, dengan
membelakanyi bukit Sal' dan dijadikannya parit itu sebagai batas dengan
pihak musuh. Di tempat inilah ia bermarkas dan memasang kemahnya yang
berwarna merah.
Pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab
lainnya melihat, bahwa tidak mungkin mereka menerobos parit itu. Dengan
demikian selama beberapa hari mereka hanya saling melemparkan anak
panah. Abu Sufyan sendiri dengan pengikutpengikutnya pun yakin bahwa
akan sia-sia saja mereka lama-lama menghadapi kota Yathrib dengan
paritnya itu, karena tidak akan dapat mereka menerobosnya
Musim dingin yang luar biasa
Pada
waktu itu sedang terjadi musim dingin yang luarbiasa disertai angin
badai yang bertiup kencang, sehingga sewaktu-waktu dikawatirkan hujan
lebat akan turun. Kalau orang-orang Mekah dan orang-orang Ghatafan
dengan mudah saja dapat berlindung dalam rumah-rumah mereka di Mekah
atau di Ghatafan, maka kemah-kemah yang mereka pasang sekarang di depan
kota Yathrib itu sama-sekali takkan dapat melindungi mereka. Disamping
itu tadinya memang mereka mengharap akan memperoleh kemenangan secara
lebih mudah, tidak perlu susah-payah seperti pada waktu di Uhud. Mereka
akan kembali pulang dengan menyanyikan lagu-lagu kemenangan serta
menikmati adanya pembagian barang-barang jarahan dan rampasan perang.
Jadi apalagi kalau begitu yang masih menahan Ghatafan buat kembali
pulang?! Mereka ikut melibatkan diri dalam perang itu hanya karena pihak
Yahudi pernah menjanjikan mereka dengan buah-buahan hasil pertanian
dan perkebunan Khaibar, apabila mereka memperoleh kemenangan, Tetapi
sekarang mereka melihat untuk memperoleh kemenangan itu tampaknya tidak
mudah, atau setidak-tidaknya sudah diluar kenyataan. Dalam musim
dingin yang begitu hebat rupanya diperlukan kerja keras yang luarbiasa
yang akan membuat mereka lupa segala buah-buahan berikut kebun-kebunnya
itu!
Sebaliknya pihak Quraisy yang hendak
menuntut balas karena peristiwa Badr dan kekalahan-kekalahan lain
sesudah Badr, pada suatu waktu masih akan dapat mengejar dengan harapan
parit itu tidak akan selamanya berada dalam genggaman Muhammad dan
selama pihak Banu Quraiza masih bersedia memberikan bantuan kepada
penduduk Yathrib, yang akan memperpanjang perlawanan mereka sampai
berbulan-bulan. Bukankah lebih baik pihak Ahzab itu kembali pulang saja?
Ya! Akan tetapi mengumpulkan kembali kelompok-kelompok itu nanti buat
memerangi Muhammad lagi bukanlah soal yang mudah. Sebenarnya
orang-orang Yahudi itu, terutama Huyayy b. Akhtab sebagai pemimpin
mereka, sekali itu telah berhasil mengumpulkan kabilah-kabilah itu
untuk membalas dendam golongannya dan golongan Banu Qainuqa' terhadap
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apabila kesempatan itu sudah hilang,
maka jangan diharap ia akan kembali, dan bilamana Muhammad mendapat
kemenangan dengan ditariknya pihak Ahzab itu, maka bahaya besar akan
mengancam pihak Yahudi.
Quraiza melanggar perjanjian
Semua
itu sudah diperhitungkan oleh Huyayy b. Akhtab. Ia kuatir akan
akibatnya. jalan lain tidak ada. Ia harus mempertaruhkan nasib
terakhir. Kepada pihak Ahzab itu ia membisikkan, bahwa ia sudah dapat
meyakinkan Banu Quraiza supaya membatalkan perjanjian perdamaiannya
dengan Muhammad dan pihak Muslimin, dan selanjutnya akan menggabungkan
diri dengan mereka, dan bahwa begitu Banu Quraiza melaksanakan hal ini,
maka dari suatu segi terputuslah semua perbekalan dan bala bantuan
kepada Muhammad itu, dan dari, segi lain jalan masuk ke Yathrib akan
terbuka. Quraisy dan Ghatafan merasa gembira atas keterangan Huyayy
itu. Huyayy sendiri cepat-cepat berangkat hendak menemui Ka'b b. Asad,
orang yang berkepentingan dengan adanya perjanjian Banu Quraiza itu.
Tetapi begitu mengetahui kedatangannya itu Ka'b sudah menutup pintu
bentengnya, dengan perhitungan bahwa pembelotan Banu Quraiza terhadap
Muhammad dan membatalkan perjanjiannya secara sepihak kemudian
menggabungkan diri dengan musuhnya, adakalanya memang akan
menguntungkan pihak Yahudi kalaupun pihak Muslimin yang dapat
dihancurkan. Tetapi sebaliknya sudah seharusnya pula mereka akan habis
samasekali bila pihak Ahzab itu yang mengalami kekalahan dan kekuatan
mereka hilang dari Medinah. Sungguhpun begitu Huyayy terus juga
berusaha, hingga akhirnya pintu benteng itu dibuka.
"Ka'b, sungguh celaka," katanya kemudian.
"Saya datang pada waktu yang tepat dan membawa tenaga yang tepat pula.
Saya datang membawa Quraisy dan Ghatafan dengan pemimpinpemimpin dan
pemuka-pemuka mereka. Mereka sudah berjanji kepadaku, bahwa mereka
tidak akan beranjak sebelum dapat mengikis habis Muhammad dan
kawan-kawannya itu."
Tetapi Ka'b masih juga maju mundur.
Disebutnya kejujuran serta kesetiaan Muhammad kepada perjanjian itu. Ia
kuatir akan akibatnya atas apa yang diminta oleh Huyayy itu. Tetapi
Huyayy masih terus menyebut-nyebut bencana yang dialami orang-orang
Yahudi karena Muhammad itu, dan juga bencana yang akan mereka alami
sendiri nanti bilamana Ahzab tidak berhasil mengikisnya. Diuraikannya
juga kekuatan pihak Ahzab itu serta perlengkapan dan jumlah orangnya.
Yang sekarang masih merintangi mereka untuk menumpas semua orang-orang
Islam dalam sekejap mata itu, hanyalah parit itu saja. Sekarang Ka'b
sudah mulai lunak.
"Kalau pasukan Ahzab itu berbalik?"
tanyanya kemudian. Di sini Huyayy memberikan jaminan, bahwa kalau
Quraisy dan Ghatafan sampai kembali dan tidak berhasil menghantam
Muhammad ia pun akan tinggal dalam benteng itu dan akan tetap
bersama-sama dalam seperjuangan. Dalam hati Ka'b nafsu Yahudinya sudah
mulai bergerak-gerak. Permintaan Huyayy itu diterimanya, perjanjian
dengan Muhammad dan kaum Muslimin mulai dilanggarnya dan ia sudah
keluar dari sikap kenetralannya.
Utusan Muhammad kepada Quraiza
Berita-berita
penggabungan Quraiza dengan pihak Ahzab itu sampai juga kepada
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Mereka sangat terkejut sekali dan
kuatir juga akan akibat yang mungkin terjadi. Muhammad segera mengutus
Sa'd b. Mu'adh, pemimpin Aus dan Sa'd b. 'Ubada, pemimpin Khazraj,
disertai pula oleh Abdullah b. Rawaha dan Khawat b. Jubair dengan tujuan
supaya mempelajari duduk perkara yang sebenarnya. Bilamana mereka
kembali pulang, hendaknya dapat memberikan isyarat kalau memang hal itu
benar, supaya jangan nanti sampai mematahkan semangat orang.
Tetapi sesampainya para utusan itu kesana,
mereka melihat keadaan Quraiza justeru lebih jahat lagi dari apa yang
pernah mereka dengar semula. Diusahakan juga oleh utusan itu supaya
mereka mau menghormati perjanjian yang ada. Tetapi Ka'b berkata kepada
mereka, supaya orang-orang Yahudi Banu Nadzir dikembalikan ke kampung
halaman mereka. Ketika itu Said b. Mu'adh - yang juga bersahabat baik
dengan pihak Quraiza - mencoba meyakinkan supaya jangan sampai mereka
mengalami nasib seperti yang pernah dialami oleh Banu Nadzir, atau yang
lebih parah lagi dari itu. Pihak Yahudi sekarang mau terus melancarkan
serangan kepada Muhammad a.s.
"Siapa Rasulullah itu!?" kata Ka'b. "Kami dengar Muhammad tidak terikat oleh sesuatu persahabatan atau perjanjian apa pun!"
Kedua belah pihak itu lalu saling adu mulut.
Utusan-utusan Muhammad pulang. Mereka
melaporkan apa yang telah mereka saksikan. Bencana besar kini
mengancam. Kekuatiran makin menjadi-jadi. Penduduk Medinah kini melihat
pihak Quraiza telah membukakan jalan bagi Ahzab, yang akan memasuki
kota dan membasmi mereka. Hal ini bukan hanya sekedar khayal dan ilusi
saja. Terbukti Banu Quraiza sekarang sudah memutuskan segala bantuan
dan bahan makanan kepada mereka. Juga terbukti sekembalinya Huyayy b.
Akhtab yang memberitahukan kepada mereka, bahwa Quraiza telah tergabung
dengan pihak Quraisy dan Ghatafan - jiwa mereka sudah berubah dan
mereka sudah siap-siap melakukan peperangan. Soalnya lagi pihak Quraiza
telah memperpanjang waktu selama sepuluh hari lagi buat pihak Ahzab
guna mengadakan persiapan, asal Ahzab selama sepuluh hari itu
benar-benar mau menyerbu kaum Muslimin. Dan memang itulah yang mereka
lakukan. Mereka telah menyusun tiga buah pasukan besar guna memerangi
Nabi. Sebuah pasukan dibawah pimpinan Ibn'l-A'war as-Sulami didatangkan
dari jurusan sebelah atas wadi, pasukan yang dipimpin oleh 'Uyayna b.
Hishn datang dari sebelah samping, dan pasukan yang dipimpin oleh Abu
Sufyan ditempatkan di jurusan parit. Dalam peristiwa inilah ayat berikut
ini turun:
"Tatkala mereka datang kepadamu dari
jurusan atas dan bawah, dan pandangan mata sudah jadi kabur, hati pun
naik menyekat di kerongkongan (sangat gelisah), ketika itu kamu
berprasangka tentang Tuhan, prasangka yang salah belaka. Saat itulah
orang-orang yang beriman mendapat cobaan dan mereka mengalami
keguncangan yang hebat sekali. Dan ingat! ketika orang-orang munafik
dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya itu berkata: Apa yang
dijanjikan Allah dan RasulNya kepada kami hanyalah tipu daya belaka.
Juga ketika ada satu golongan diantara mereka itu berkata: "Wahai
penduduk Yathrib! Tak ada tempat buat kamu. Kembalilah kamu pulang."
Dan ada sebagian dari mereka itu yang meminta ijin kepada Nabi seraya
berkata: 'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka.' Tetapi sebenarnya
tidak terbuka. Hanya saja mereka itu ingin melarikan diri." (Qur'an,
33: 10-13)
Tetapi buat penduduk Yathrib masih dapat
dimaafkan kalau mereka sampai begitu takut dan hati mereka terguncang
karenanya. Mereka yang masih dapat dimaafkan itu ialah yang
berpendapat: Dulu Muhammad menjanjikan kami, bahwa kami mendapat harta
kekayaan Kisra dan Kaisar Rumawi. Tetapi sekarang orang sudah merasa
tidak aman lagi sekalipun hanya akan pergi ke kebun. Pandangan mata
mereka yang jadi kabur pun dapat dimaafkan. Demikian juga mereka yang
merasa sangat gelisah dalam ketakutan dapat juga dimaafkan. Bukankah
maut juga yang sekarang sedang menari-nari di depan matanya,
menjilat-jilat menyala keluar dari mata pedang yang di tangan Quraisy
dan Ghatafan, menyusup-nyusup kedalam hati sebagai ancaman, dan juga
yang datang dari rumah-rumah Banu Quraiza yang berkhianat itu? Sungguh
celaka orang-orang Yahudi. Sungguh patut sekali kalau Muhammad mengikis
habis saja Banu Nadzir itu daripada hanya sekedar membiarkan mereka
pergi dalam keadaan berkecukupan, serta membiarkan Huyayy cs. menghasut
masyarakat dan kabilah-kabilah Arab supaya menghantam kaum Muslimin.
Ya, sungguh suatu bencana besar, suatu ancaman besar. "Tak ada daya
upaya kalau tidak dengan Allah juga."
Yang menyerbu parit
Dari
segi moril pihak Ahzab sudah merasa begitu tinggi, sehingga ada
beberapa orang ksatria dari Quraisy yang sudah berani maju kedepan,
seperti 'Amr b. 'Abd Wudd, 'Ikrima b. Abi Jahl dan Dzirar bin'l-Khattab.
Mereka langsung menyerbu parit itu. Mereka menuju ke suatu bagian yang
agak sempit. Dipacunya kuda mereka itu sehingga mereka dapat
menyeberangi parit dan sampai di Sabkha yang terletak antara parit
dengan bukit Sal'. Ketika itu juga Ali b. Abi Talib keluar dengan
beberapa orang dari kalangan Muslimin, terus cepat-cepat merebut sebuah
rongga dalam parit yang telah diserbu oleh pasukan berkuda mereka.
Ketika itu 'Amr b. 'Abd. Wudd memanggil-manggil:
"Siapa berani bertanding?!"
Setelah ajakannya itu disambut oleh Ali b. Abi Talib, ia berkata lagi dengan congkak sekali:
"Oh kemenakanku ! Aku tidak ingin membunuhmu."
"Tapi aku ingin membunuh kau," sahut Ali.
Kemudian duel itu terjadi, dan Ali berhasil
membunuhnya. Saat itu juga pasukan berkuda pihak Ahzab lari
kucar-kacir, sehingga mereka terbentur sekali lagi ke dalam parit
sambil lari terus tanpa melihat kekanan-kiri lagi.
Tatkala matahari sudah terbenam, ketika itu
datang pula Naufal b. Abdullah bin'l-Mughira dengan menunggang kudanya
hendak menyeberangi parit itu, tapi saat itu juga ia mendapat pukulan
hebat sehingga ia berikut kudanya itu mati dan hancur di tempat
tersebut. Dalam hal ini Abu Sufyan menyampaikan tawaran hendak menebus
mayat kawannya itu dengan seratus ekor unta, Tetapi itu oleh Nabi a.s.
ditolak, seraya berkata:
"Ambillah mayat itu. Barang yang kotor tebusannya kotor juga."
Muslimin dianggap enteng oleh Quraiza
Dengan
cara yang berlebih-lebihan pihak Ahzab sekarang mulai lagi hendak
mengobarkan api permusuhannya dengan maksud menakut-nakuti dan
melemahkan jiwa kaum Muslimin. Orang-orang Quraiza yang bersemangat
mulai turun dari benteng-benteng dan kubu-kubu mereka. Mereka memasuki
rumah-rumah di Medinah yang terdekat pada mereka. Maksud mereka mau
menakut-nakuti penduduk.
Pada waktu itu Shafia bt. Abd'l-Muttalib
sedang berada dalam Fari', benteng Hassan b. Thabit. Juga Hassan ketika
itu disana dengan kaum wanita dan anak-anak. Waktu itu ada seorang
orang Yahudi yang mundar-mandir sekeliling benteng itu.
"Kaulihat bukan?" kata Shafia kepada
Hassan, "Orang Yahudi itu mundar-mandir sekeliling benteng kita.
Sungguh aku tidak mempercayainya. Ia akan menunjukkan rahasia kita
kepada pihak Yahudi. Sedang Rasulullah dan sahabat-sahabat sedang
sibuk. Turunlah kau dan bunuh orang itu."
"Semoga Tuhan mengampunimu, Shafia," jawab Hassan. "Engkau tahu, aku bukan orangnya akan melakukan itu."
Mendengar itu Shafia langsung mengambil
sebatang tongkat. Ia turun dari benteng itu dan orang Yahudi tadi
dipukulnya Sampai ia menemui ajalnya.
"Hassan, turunlah dan lucuti dia. Sayang dia laki-laki; kalau tidak aku sendiri yang akan melakukannya."
"Shafia, tidak perlu aku melucuti dia,"
jawab Hassan. Penduduk Medinah masih dalam ketakutan, hati mereka masih
gelisah selalu. Dalam pada itu yang selalu menjadi pikiran Muhammad
ialah bagaimana caranya mencari jalan keluar. Harus ada suatu taktik.
Dikirimnya utusan kepada pihak Ghatafan dengan menjanjikan sepertiga
hasil buah-buahan Medinah untuk mereka asal mereka mau pergi
meninggalkan tempat itu.
Intrik Nuiaim di kalangan Ahzab dan Quraiza
Pihak
Ghatafan sendiri sebenarnya sudah mulai jemu. Mereka sudah
memperlihatkan perasaan muak, karena begitu lama mereka mengadakan
pengepungan dengan segala jerih payah yang mereka hadapi selama itu.
Soalnya hanyalah karena mau memenuhi ajakan Huyayy b, Akhtab dan
orang-orang Yahudi yang menjadi pengikutnya. Di samping itu, Nu'aim b.
Mas'ud, dengan perintah Rasul telah pergi hendak menemui pihak Quraiza,
yang ketika itu belum mengetahui bahwa dia sudah masuk Islam. Pada
zaman jahiliah ia bergaul rapat sekali dengan pihak Quraiza.
Diingatkannya kembali hubungan dan persahabatan mereka masa dahulu itu.
Kemudian disebut-sebutnya juga bahwa mereka telah mendukung Quraisy dan
Ghatafan dalam menghadapi Muhammad, sedang baik Quraisy maupun
Ghatafan mungkin tidak akan tahan lama tinggal di tempat itu. Kedua
kabilah ini tentu akan berangkat pulang, dan mereka akan ditinggalkan
sendirian menghadapi Muhammad yang tentunya nanti akan menghajar mereka
pula. Oleh karena itu dinasehatinya supaya mereka jangan mau ikut
golongan itu sebelum mendapat jaminan beberapa orang sebagai sandera
dari kedua golongan itu. Dengan demikian Quraisy dan Ghatafan tidak akan
meninggalkan mereka. Quraiza merasa puas dengan keterangan Nu'aim itu.
Selanjutnya ia pergi lagi kepada Quraisy
dengan membisikkan, bahwa sebenarnya pihak Quraiza merasa menyesal
sekali atas tindakannya melanggar perjanjian dengan Muhammad dan bahwa
mereka sekarang berusaha hendak mengambil hatinya dan mengadakan tali
persahabatan lagi dengan jalan hendak menyerahkan pemimpin-pemimpin
Quraisy kepadanya supaya dibunuh. Oleh karena itu lalu disarankannya,
bahwa bilamana nanti pihak Yahudi mengutus orang meminta jaminan berupa
pemimpin-pemimpin mereka, jangan dikabulkan. Seperti terhadap Quraisy,
kemudian Nu'aim melakukan hal yang sama pula terhadap Ghatafan.
Keterangan Nu'aim ini telah menimbulkan keraguan dalam hati Quraisy dan
Ghatafan.
Pemimpin-pemimpin mereka segera berunding.
Abu Sufyan lalu mengutus orang menemui Ka'b, pemimpin Banu Quraiza
dengan pesan: "Kami sudah cukup lama tinggal di tempat dan mengepung
orang itu. Menurut hemat kami besok kamu harus sudah menyerbu Muhammad
dan kami dibelakangmu."
Tetapi utusan Abu Sutyan itu kembali dengan
membawa jawaban pemimpin Quraiza: "Besok hari Sabtu, dan pada hari
Sabtu itu kami tidak dapat berperang atau bekerja apa pun."
Mendengar itu Abu Sufyan naik pitam. Benar
juga kata Nu'aim kalau begitu. Utusan itu disuruhnya kembali dengan
mengatakan kepada pihak Quraiza: "Cari Sabtu4 lain saja sebagai
pengganti Sabtu besok, sebab besok Muhammad harus sudah diserbu. Kalau
kami sudah mulai menyerang Muhammad sedang kamu tidak ikut serta dengan
kami, maka persekutuan kita dengan sendirinya bubar, dan kamulah yang
akan kami serbu lebih dulu sebelum Muhammad."
Pernyataan Abu Sufyan itu oleh Quraiza
tetap dijawab dengan mengulangi bahwa mereka tidak akan melanggar hari
Sabtu. Ada golongan mereka yang telah mendapat kemurkaan Tuhan karena
telah melanggar hari Sabtu sehingga mereka itu menjadi monyet dan babi.
Kemudian disebutnya juga jaminan yang mereka minta sebagai sandera,
supaya mereka lebih yakin akan perjuangan mereka itu.
Mendengar permintaan semacam itu Abu Sufyan
lebih yakin lagi akan keterangan yang telah diberikan Nu'aim itu.
Terpikir olehnya sekarang apa yang harus diperbuatnya. Ketika hal ini
dibicarakan dengan pihak Ghatafan ternyata mereka juga masih
maju-mundur hendak memerangi Muhammad. Mereka terpengaruh oleh janji
yang pernah diberikan kepada mereka, bahwa sepertiga hasil buah-buahan
kota Medinah nanti untuk mereka, tapi janji tersebut belum ter]aksana
karena masih mendapat tantangan dari Said b. Mu'adh dan pemuka-pemuka
Medinah, baik kalangan Aus dan Khazraj maupun dari sahabat-sahabat
Rasulullah.
Angin topan menghancurkan perkemahan Ahzab
Malam
harinya angin topan bertiup kencang sekali, disertai oleh hujan yang
turun dengan lebatnya. Bunyi petir menderu-deru diselingi oleh
halilintar yang sambung-menyambung. Tiba-tiba angin topan itu bertiup
kencang sekali dan kuali-kuali tempat mereka masak terbalik belaka.
Sekarang timbul rasa takut dalam hati. Terbayang oleh mereka bahwa kaum
Muslimin akan mengambil kesempatan ini untuk menyerang dan menghantam
mereka. Ketika itu Tulaiha b. Khuailid tampil seraya berteriak:
"Muhammad telah mendahului menyerang kita. Selamatkan dirimu !
Selamatkan!"
Ahzab berangkat pulang
"Saudara-saudara
dari Quraisy," kata Abu Sufyan. "Tidak layak lagi kita tinggal
lama-lama di tempat ini. Pasukan kita yang terdiri dari kuda dan unta
sudah binasa, Banu Quraiza sudah tidak menepati janjinya lagi dengan
kita, bahkan kita mendengar hal-hal dari mereka yang tidak menyenangkan
hati. Ditambah lagi kita menghadapi angin yang begitu dahsyat. Maka
lebih baik pulang sajalah. Saya pun akan berangkat pulang."
Ditengah-tengah angin yang masih bertiup
kencang, rombongan itu berangkat dengan membawa perbekalan seringan
mungkin, diikuti oleh Ghatafan dan kelompok-kelompok lainnya. Keesokan
harinya sudah tidak seorang juga yang dijumpai oleh Muhammad di tempat
itu. Ia pun lalu kembali pulang ke Medinah bersama-sama umat Islam yang
lain. Mereka bersama-sama menyatakan rasa syukur yang sedalam-dalamnya
kepada Tuhan, karena mereka telah terhindar dari segala mara bahaya,
orang-orang beriman itu tidak sampai terlibat dalam pertempuran.
***
Perang Quraiza
Setelah
pihak Ahzab berangkat pulang, Muhammad kembali memikirkan keadaannya.
Tuhan telah menyelamatkannya dari musuh yang selama ini mengancamnya.
Tetapi sungguhpun begitu pihak Yahudi dapat saja mengulang kembali
peristiwa semacam itu, dapat saja mereka mencari kesempatan lain, tidak
lagi pada musim dingin yang begitu dahsyat seperti dalam tahun ini,
yang telah merupakan bantuan Tuhan dalam menghancurkan pihak musuh.
Disamping itu, kalaupun tidak karena Azhab telah pergi, dan peristiwa
perpecahan di pihaknya sendiri telah terjadi, niscaya Banu Quraiza itu
sudah siap-siap pula turun ke Medinah, akan menghantam dan akan
memberikan segala macam bantuan dalam menghancurkan kaum Muslimin.
Jadi, jangan membiarkan ekor ular yang
sudah dipotong. Atas perbuatannya itu Banu Quraiza harus dibasmi. Dalam
hal ini Nabi a.s. memerintahkan supaya diserukan kepada segenap orang,
yakni: Barangsiapa yang tetap setia, bersembahyang Asar supaya
dilakukan di perkampungan Banu Quraiza. Lalu Ali diberangkatkan lebih
dulu dengan membawa bendera ke tempat itu. Sungguhpun pihak Muslimin
sudah begitu payah akibat pengepungan Quraisy dan Ghatafan yang cukup
lama, namun mereka segera bergegas ke medan perang lagi. Mereka yakin
bahwa mereka akan mendapat kemenangan. Memang benar, bahwa Banu Quraiza
tinggal dalam benteng-benteng yang begitu kukuh seperti perbentengan
Banu Nadzir, tetapi kendatipun benteng-benteng itu dapat melindungi
mereka, namun mereka tidak akan dapat tahan menghadapi pihak Muslimin.
Persediaan bahan makanan kini berada di tangan penduduk Medinah,
setelah pihak Ahzab meninggalkan tempat tersebut. Oleh karena itu,
pihak Muslimin pun dengan perasaan gembira bergegas pula berangkat di
belakang Ali, menuju ke tempat Banu Quraiza.
Ternyata mereka itu - juga Huyayy b. Akhtab
dari Banu Nadzir ada di tempat itu - melemparkan kata-kata yang tidak
senonoh dialamatkan kepada Muhammad. Mereka mendustakannya dan
memakinya serta mau mencemarkan nama baik isterinya. Setelah kekalahan
pasukan Ahzab di Medinah, seolah mereka memang sudah merasakan apa yang
akan terjadi terhadap diri mereka.
Ketika Rasul kemudian sampai ke tempat itu
Ali segera menemuinya dan dimintanya supaya jangan ia mendekati
perbentengan Yahudi itu.
"Kenapa?" tanya Muhammad. "Rupanya kau mendengar mereka memaki-maki aku."
"Ya" jawab Ali.
"Kalau mereka melihat aku" kata Rasulullah, "tentu mereka tidak akan mengeluarkan kata-kata itu."
Setelah berada dekat dari perbentengan itu mereka dipanggil-panggil:
"Hai, golongan kera. Tuhan sudah menghinakan kamu bukan, dan sudah menurunkan murkaNya kepada kamu sekalian?!"
"Abu'l-Qasim," kata mereka. "Tentu engkau bukan tidak mengetahui."
Sepanjang hari itu kaum Muslimin terus
berdatangan ke tempat Banu Quraiza, sehingga mereka dapat berkumpul di
sana. Kemudian Muhammad memerintahkan supaya tempat itu dikepung.
Pengepungan demikian itu terjadi selama
duapuluh lima malam. Sementara itu terjadi pula beberapa kali bentrokan
dengan saling melempar anak panah dan batu. Selama dalam kepungan itu
Banu Quraiza samasekali tidak berani keluar dari kubu-kubu mereka.
Setelah terasa lelah dan yakin pula bahwa mereka tidak akan dapat
tertolong dari bencana dan mereka pasti akan jatuh ke tangan kaum
Muslimin apabila masa pengepungan berjalan lama, maka mereka mengutus
orang kepada Rasul dengan permintaan "supaya mengirimkan Abu Lubaba
kepada kami untuk kami mintai pendapatnya sehubungan dengan masalah
kami ini." Sebenarnya Abu Lubaba ini golongan Aus yang termasuk sahabat
baik mereka.
Begitu mereka melihat kedatangan Abu
Lubaba, mereka memberikan sambutan yang luarbiasa. Kaum wanita dan
anak-anak segera meraung pula, menyambutnya dengan ratap tangis. Ia
merasa iba sekali melihat mereka.
"Abu Lubaba," kata mereka kemudian. "Apa kita harus tunduk kepada keputusan Muhammad?"
"Ya" jawabnya sambil memberi isyarat dengan tangan kelehernya "Kalau tidak berarti potong leher."
Beberapa buku sejarah Nabi mengatakan, bahwa Abu Lubaba merasa sangat menyesal sekali memberikan isyarat demikian itu.
Setelah Abu Lubaba pergi, Ka'b b. Asad
menyarankan kepada mereka, supaya mereka mau menerima agama Muhammad
dan menjadi orang Islam. Mereka serta harta-benda dan anak-anak mereka
akan hidup lebih aman. Tetapi saran itu ditolak oleh teman Ka'b: "Kami
tidak akan meninggalkan ajaran Taurat tidak akan menggantikannya dengan
yang lain."
Kemudian disarankannya lagi supaya kaum
wanita dan anak-anak itu dibunuh saja, dan mereka boleh melawan
Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan pedang terhunus tanpa
meninggalkan suatu beban di belakang. Biar nanti Tuhan menentukan,
kalah atau menang melawan Muhammad. Kalau mereka hancur, tidak ada lagi
turunan nanti yang akan dikuatirkan. Sebaliknya, kalau menang mereka
akan memperoleh wanita-wanita dan anak-anak lagi.
"Kasihan kita membunuhi mereka. Apa artinya hidup tanpa mereka itu."
"Kalau begitu tak ada jalan lain kita harus
tunduk kepada keputusan Muhammad. Kita sudah mendengar, apa sebenarnya
yang sedang menunggu kita." Demikian kata Ka'b kemudian kepada mereka.
Mereka sekarang berunding antara sesama mereka.
"Nasib mereka tidak akan lebih buruk dari
Banu Nadzir," kata salah seorang dari mereka. "Wakil-wakil mereka dari
kalangan Aus akan membela. Kalau mereka mengusulkan supaya mereka
dibolehkan pergi ke Adhri'at di wilayah Syam, tentu terpaksa Muhammad
mengabulkan."
Banu Quraiza mengirimkan utusan kepada
Muhammad dengan menyarankan bahwa mereka akan pergi ke Adhri'at dengan
meninggalkan harta-benda mereka. Tetapi ternyata usul ini ditolak.
Mereka harus tunduk kepada keputusan. Dalam hal ini mereka lalu
mengirim orang kepada Aus dengan pesan: Tuan-tuan hendaknya dapat
membantu saudara-saudaramu ini; seperti yang pernah dilakukan oleh
Khazraj terhadap saudara-saudaranya.
Sebuah rombongan dari kalangan Aus segera berangkat hendak menemui Muhammad.
"Ya Rasulullah," kata mereka memulai,
"dapatkah permintaan kawan-kawan sepersekutuan kami itu dikabulkan
seperti permintaan kawan-kawan sepersekutuan Khazraj dulu yang juga
sudah dikabulkan?"
"Saudara-saudara dari Aus," kata Muhammad,
"Dapatkah kamu menerima kalau kuminta salah seorang dari kamu menengahi
persoalan dengan teman-teman sepersekutuanmu itu?"
"Tentu sekali," jawab mereka.
"Kalau begitu," katanya lagi, "katakan kepada mereka memilih siapa saja yang mereka kehendaki."
Keputusan Sa'd b. Mu'adh
Dalam
hal ini pihak Yahudi lalu memilih Sa'd b. Mu'adh. Mata mereka
seolah-olah sudah tertutup dari nasib yang sudah ditentukan bagi mereka
itu, sehingga mereka samasekali lupa akan kedatangan Sa'd tatkala
pertama kali mereka melanggar perjanjian, lalu diberi peringatan, juga
tatkala mereka memaki-maki Muhammad di depannya serta mencerca kaum
Muslimin tidak pada tempatnya.
Sa'd lalu membuat persetujuan dengan kedua
belah pihak itu. Masing-masing hendaknya dapat menerima keputusan yang
akan diambilnya. Setelah persetujuan demikian diberikan, kepada Banu
Quraiza diperintahkan supaya turun dan meletakkan senjata. Keputusan
ini mereka laksanakan. Seterusnya Sa'd memutuskan, supaya mereka yang
terjun melakukan kejahatan perang dijatuhi hukuman mati, harta-benda
dibagi, wanita dan anak-anak supaya ditawan.
Mendengar keputusan itu Muhammad berkata:
"Demi Yang menguasai diriku. Keputusanmu
itu diterima oleh Tuhan dan oleh orang-orang beriman, dan dengan itu
aku diperintahkan."
Keuletan orang-orang Yahudi dalam perang
Sesudah
itu ia keluar ke sebuah pasar di Medinah. Diperintahkannya supaya
digali beberapa buah parit di tempat itu. Orang-orang Yahudi itu dibawa
dan disana leher mereka dipenggal, dan didalam parit-parit itu mereka
dikuburkan. Sebenarnya Banu Quraiza tidak menduga akan menerima hukuman
demikian dari Said b. Mu'adh teman sepersekutuannya itu. Bahkan tadinya
mereka mengira ia akan bertindak seperti Abdullah b. Ubayy terhadap
Banu Qainuqa.' Mungkin teringat oleh Said, bahwa kalau pihak Ahzab yang
menang karena pengkhianatan Banu Quraiza itu, kaum Muslimin pasti akan
dikikis habis, akan dibunuh dan dianiaya. Maka balasannya seperti yang
sedang mengancam kaum Muslimin sendiri.
Keuletan orang-orang Yalmudi menghadapi
maut dapat kita lihat dalam percakapan Huyayy b. Akhtab ini ketika ia
dihadapkan untuk menjalani hukuman potong leher, Nabi telah menatapnya
seraya berkata:
"Huyayy, bukankah Tulman sudah membuat kau jadi hina?"
"Setiap orang merasakan kematian," kata
Huyayy. "Umurku juga tidak akan dapat kulampaui. Aku tidak akan
menyalahkan diriku dalam memusuhimu ini."' Lalu ia menoleh kepada orang
banyak sambil katanya lagi: "Saudara-saudara. Tidak apa kita menjalani
perintah Tuhan, yang telah mentakdirkan kepada Banu Israil menghadapi
perjuangan ini."
Kemudian juga peristiwa yang terjadi dengan
Zubair b. Bata dari Banu Quraiza. Ia pernah berjasa kepada Thabit b.
Qais ketika terjadi perang Bu'ath, sebab ia telah membebaskannya dari
tawanan musuh. Sekarang Thabit ingin membalas dergan tangannya sendiri
budi orang itu, setelah Sa'd ibn Mu'adh menjatuhkan keputusannya
terhadap orang-orang Yahudi. Disampaikannya kepada Rasulullah tentang
jasa Zubair kepadanya dulu dan ia mempertaruhkan diri minta
persetujuannya akan menyelamatkan nyawa Zubair. Rasulullah mengabulkan
pernmintaannya itu. Tetapi setelah Zubair mengetahui usaha Thabit itu ia
berkata: Orang yang sudah setua aku ini, tidak lagi ada isteri, tidak
lagi ada anak; buat apa lagi aku hidup?!"
Sekali lagi Thabit mempertaruhkan diri
minta supaya isteri dan anak-anaknya dibebaskan. Ini pun dikabulkan
juga. Selanjutnya dimintanya supaya hartanya juga diselamatkan. Juga
ini dikabulkan.
Setelah Zubair merasa puas tentang isteri,
anak dan hartanya itu, ia bertanya lagi tentang Ka'b b. Asad, tentang
Huyayy b. Akhtab dan 'Azzal b. Samu'al serta pemimpin-pemimpin Quraiza
yang lain. Sesudah diketahuinya, bahwa mereka sudah menjalani hukuman
mati, ia berkata:
"Thabit, dengan budiku kepadamu itu aku
minta, susulkanlah aku kepada mereka. Sesudah mereka tidak ada, juga
tidak berguna aku hidup lagi. Aku sudah tidak betah hidup lama-lama
lagi. Biarlah aku segera bertemu dengan orang-orang yang kucintai itu!"
Dengan demikian hukuman potong leher dijalankan juga atas permintaannya sendiri.
Pada dasarnya dalam perang itu pihak
Muslimin tidak akan membunuh wanita atau anak-anak. Tetapi pada waktu
itu mereka sampai membunuh seorang wanita juga yang telah lebih dulu
membunuh seorang Muslim dengan mempergunakan batu giling. Dalam hal ini
Aisyah pernah berkata:
"Tentang dia sungguh suatu hal yang aneh
tidak pernah akan saya lupakan. Dia seorang orang yang periang dan
banyak tertawa, padahal dia mengetahui akan dibunuh mati."
Waktu itu ada empat orang pihak Yahudi yang masuk Islam. Mereka ini terhindar dari maut.
Harta benda Banu Quraiza
Menurut
hemat kami terbunuhnya Banu Quraiza itu berada di tangan Huyayy b.
Akhtab, meskipun dia sendiri juga turut terbunuh. Dia telah melanggar
janji yang dibuat oleh golongannya sendiri, oleh Banu Nadzir, yang oleh
Muhammad telah dikeluarkan dari Medinah dengan tiada seorang pun yang
dibunuh, setelah keputusannya itu mereka terima. Tetapi dengan
tindakannya menghasut pihak Quraisy dan Ghatafan, kemudian menyusun
masyarakat dan kabilah-kabilah Arab semua supaya memerangi Muhammad,
hal ini telah memperbesar rasa permusuhan antara golongan Yahudi dengan
kaum Muslimin, sehingga mereka itu berkeyakinan, bahwa kaum Israil itu
tidak akan merasa puas sebelum dapat mengikis habis Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Dia juga lagi yang kemudian mengajak Banu Quraiza
melanggar perjanjian dan meninggalkan sikap kenetralannya. Sekiranya
Banu Quraiza tetap bertahan, tentu mereka takkan mengalami nasib
seburuk itu. Dia juga yang kemudian datang ke benteng Banu Quraiza -
setelah kepergian pihak Ahzab dan mengajak mereka melawan kaum
Muslimin. Sekiranya dari semula mereka sudah bersedia pula menerima
keputusan Muhammad serta mengakui kesalahannya yang telah melanggar
janjinya sendiri itu, pertumpahan darah dan pemotongan leher niscaya
takkan terjadi. Akan tetapi, permusuhan itu sudah begitu berakar dalam
jiwa Huyayy dan kemudian menular pula ke dalam hati orang-orang
Quraiza, sehingga Sa'd b. Mu'adh sendiri sebagai kawan sepersekutuan
mereka yakin bahwa kalau mereka dibiarkan hidup, keadaan tidak akan
pernah jadi tenteram. Mereka akan menghasut lagi golongan Ahzab, akan
mengerahkan kabilah-kabilah dan orang-orang Arab supaya memerangi
Muslimin, dan akan mengikis sampai ke akar-akarnya kalau mereka dapat
mengalahkan. Keputusan yang telah diambilnya dengan begitu keras,
hanyalah karena terdorong oleh sikap hendak mempertahankan diri, dengan
pertimbangan bahwa adanya atau lenyapnya orang-orang Yahudi itu
berarti hidup atau matinya kaum Muslimin.
Kaum wanita, anak-anak serta harta-benda
Banu Quraiza oleh Nabi di bagi-bagikan kepada kaum Muslimin, setelah
seperlimanya dikeluarkan, Setiap seorang dari pasukan berkuda mendapat
dua pucuk panah, untuk kudanya sepucuk panah.
Prajurit yang berjalan kaki mendapat sepucuk panah. Jumlah kuda dalam peristiwa Quraiza itu sebanyak tigapuluh enam ekor.
Setelah itu, Sa'd b. Zaid kemudian
mengirimkan tawanan-tawanan Banu Quraiza itu ke Najd. Dengan demikian
dibelinya beberapa ekor kuda dan senjata untuk lebih memperkuat
angkatan perang Muslimin.
Raihana adalah salah seorang tawanan Banu
Quraiza. Ia jatuh menjadi bagian Muhammad. Kepadanya ditawarkan
kalau-kalau ia bersedia menjadi orang Islam. Tetapi ia tetap bertahan
dengan agama Yahudinya. Juga ditawarkan kepadanya kalau-kalau ia mau di
kawini. Tetapi dia menjawab: "Biar sajalah saya dibawah tuan. Ini akan
lebih ringan buat saya, juga buat tuan."
Barangkali juga, melekatnya ia kepada agama
Yahudi dan penolakannya akan dikawin, berpangkal pada fanatisma
kegolongan, serta sisa-sisa kebencian yang masih tertanam dalam hatinya
terhadap kaum Muslimin dan terhadap Nabi. Tetapi tidak ada orang yang
bicara tentang kecantikan Raihana seperti yang pernah disebut-sebut
orang tentang Zainab bt. Jahsy, sekalipun ada juga yang menyebutkan
bahwa dia juga cantik. Buku-buku sejarah dalam hal ini berbeda-beda
pendapat: Adakah ia juga menggunakan tabir seperti terhadap
isteri-isteri Nabi, atau masih seperti wanita-wanita Arab umumnya pada
waktu itu, yang memang tidak menggunakan tutup muka. Sampai pada waktu
Raihana wafat di tempat Nabi, ia tetap sebagai miliknya.
Adanya serbuan Ahzab serta hukuman yang
telah di jatuhkan kepada Banu Quraiza, telah memperkuat kedudukan
Muslimin di Medinah. Orang-orang golongan Munafik sudah samasekali
tidak bersuara lagi. Semua masyarakat dan kabilah-kabi]ah Arab sudah
mulai bicara tentang kekuatan dan kekuasaan Muslimin, disamping posisi
dan kewibawaan Muhammad yang ada. Akan tetapi ajaran itu bukan hanya
buat Medinah saja, meiainkan buat seluruh dunia. Jadi Nabi dan
sahabat-sahabatnya masih harus terus meratakan jalan dalam menjalankan
perintah Allah, dalam mengajak orang menganut agama yang benar, dengan
terus membendung setiap usaha yang hendak melanggarnya. Dan memang
inilah yang mereka lakukan.
BAB XVIII. PERANG KHANDAQ BANU QURAIZA
4/
5
Oleh
salman Alfarizi