Pemilik kisah ini berkata:
Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku
tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali
datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan
tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak.
Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku.
Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku.
Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu
Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat
untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami
sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya
kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah makan siang,
kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung
oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar,
di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu
terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan.
Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman.
Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga
terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah
seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai
menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar
terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat
bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat
menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat
besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu
sendirian.
Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga
merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu
memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga
bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba,
seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk
naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang
aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari
bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan
menenggelamkan kepalaku ke bawah.
Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua
orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada
lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku
mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat
kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku…
hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah
lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada
detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku
sendiri..!.!!
Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa
engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji?
Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju
Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah
dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu?
Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan
berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku
tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia
dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak
menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam
mulutku.
Aku berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang
menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas
terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan
syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk
menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku
dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah
dalam perjalanan keluar dari tubuhku.
Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku.
Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada
seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan
bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat.
Saat aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji
bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi
dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara
tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia
datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut,
kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka.
Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian
melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami
tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami
tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu
dari laut.” Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga
Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun
jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat
kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa
menit.
Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak
melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang
telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa
sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada
dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang
menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata
ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya
aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia
menelepon?
Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku
dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja
aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah
pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan
shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua
rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari
hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya.
Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari
petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan
ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di
hadapanku dan berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya,
kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku
mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu
Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu
berkata-kata.
Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi
pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi
padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi
mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada
akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah.
Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku.
Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku
berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manuisa mendengar
do’aku.
Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang
menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari
masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang
bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor
terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan
engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam
beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia
perbuat terhadapmu.
Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru
bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa
tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah
untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian.
Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuta dan
perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan
keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput
dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat
kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami,
terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan
rahmat-Mu.
Sumber: Majalah Qiblati Edisi 10 tahun II, Juli 2007 M via http://abuzubair.wordpress.com/
Saat Sujud, Seorang Imam Masjid Mendengar Seruan Putranya Yang Hampir Mati Tenggelam
4/
5
Oleh
salman Alfarizi
1 komentar:
Tulis komentarSubhanallah,makasih ya akh ats postingnya.. apa lagi ak yang jarang sholat,mudah2an bisa merubah hidup ku.. amin..!!
Reply