Senja, dalam menatap sorot jinggamu yang berkilatan
phinisi aju tabu' kadang terdiam
seperti merayapi seluruh waktu yang gelisah
yang setiap detik menikam jiwa
terkadang, kala memanggilmu dalam diam
tergagap memandang cinta yang tak usang
walau mungkin makna meniada kau dapat
oleh sebab tanya yang selalu tertunda disampaikan
Senja, phinisi aju tabu' terayun-ayun ditengah nasibnya
menunggu fatamorgana yang menjelma pantai
benar-benar mewujud labuhan cahayamu
untuk segera bersandar di pangkuan jinggamu
Phinisi aju tabu', dalam jiwanya yang tak lagi bisa menawar
setiap penanda bagai tamu yang datang perlahan
dengan langkah-langkah hening hatinya getar bergumam ragu
tak mungkin Phinisi aju tabu' yang lapuk rapuh hampir tenggelam
menyatakan sebenar asa pada senja yg bertahta di ufuk langit ketujuh itu
bahkan, lebih baik tenggelam jika harus menjadi phinisi dengan mahkota di tiap ujung tiangnya dengan layar dari sutra merah hanya agar bisa merebut hati sang senja
itu bukanlah petuah samudra yang ditaklukkannya
Senja, seperti apa Phinisi aju tabu' dimatamu
telah bertahu-tahun berdiri terombang ambing menatapmu dengan wajah berjelaga.
To be continued....
*Salman al farizi, 2 april 2014
PHINISI AJU TABU dan SENJA
4/
5
Oleh
salman Alfarizi