Pada
suatu pagi, hari Jum'at di Iskandaria, saya berjalan-jalan menyusuri tepi
pantai Iskandaria untuk menikmati semilir angin pantai. Saya mencari-cari tempat
yang nyaman untuk duduk menghadap ke lautan lepas, seperti juga dilakukan oleh
banyak pasangan muda suami-istri. Mereka tampak begitu asyik berada di tempat
itu. Tangan mereka saling bergandengan dan mereka pun larut dalam perbincangan
yang hangat. Dari jauh saya melihat seorang pemuda. Umurnya belum lebih dari
tiga puluh tahun. Ia berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan arah
langkahku. Dua matanya selalu melihat ke tanah dan tangan kanannya sesekali
memegang jenggotnya yang panjang.
Saya
melempar pandang ke sekitar, kudapati sekelompok orang yang duduk-duduk
membelakangi laut. Kini di antara mereka ada seorang pemuda yang tampak sangat
tenang dan berwibawa. Ketika mengetahui ada tempat yang kosong di tengahtengah
orang banyak ini, ia pun menuju ke tempat itu lalu duduk. Tentu saja yang kaget
bukan hanya saya, tetapi juga semua orang yang ada di situ. Kekagetan yang
bercampur dengan perasaan tidak enak atas suasana ini, yang tidak pas dengan
keberadaan anak muda itu di sini.
Pandanganku
terus tertuju kepadanya sembari mencari kejelasan apa sesungguhnya yang la
inginkan, atau minimal bagaimana reaksinya. Saya dapati wajahnya begitu dingin,
tidak peduli dengan sekitarnya. Ia pun mulai mengeluarkan mushaf kecil dari
jubahnya, dan tanpa memandang sekitar ia segera saja membacanya tanpa suara. Ia
begitu asyik dan tak hirau dengan apa pun. Ia tidak memperhatikan kecuali dua
hal: mushaf dan laut.
Saya
menunggu sejenak untuk mengetahui akhir dari fragmen itu. Mulailah saya
menyaksikan dampaknya. Tangan-tangan yang bergandengan mulai lepas satu persatu,
tubuh yang berdekatan mulai saling menjauh. Hanya itu, tanpa meninggalkan tempat
tersebut. Seolah mereka mgin menunjukkan bahwa mereka tidak membenci keberadaan
pemuda ltu, namun di saat yang sama mereka juga merasa malu atas apa yang mereka
jalani. Mereka tidak lagi melanjutkan apa yang mereka lakukan tadi.
Sungguh,
betapa dakwah dengan diam yang dilakukan pemuda itu jauh lebih kuat dampaknya
dari kata-kata apa pun.
Dikutip dari Kitab At Tariq Ilal Quulub (karya Syaik Abbas Hasan As-Siisi
Pemuda Mushaf Dan Lautan
4/
5
Oleh
salman Alfarizi